Ancaman Potensi Krisis Bidang Pemikiran Nahdlatul Ulama

209 Dilihat
banner 336x280

Pemikiran beberapa anak muda yang mengaku ber-NU cenderung lebih besar terpapar paham liberalisme. NU memang anti radikalisme, tapi bukan berari harus melawannya dengan liberalisme. NU itu metodologis, namun tidak liberal.

Saat menjabat Rais Aam PBNU (2015 2020), KH.Dr (HC) Ma’ruf Amin menjelaskan, salah satu karakter NU itu dinamis (tathawwuri), bukan tekstualis dan tidak liberalis, tapi metodologis (manhaji). Menurut beliau, NU mengakomodasi tradisi selagi tidak bertentangan dengan nash. NU tidak seperti Salafi-Wahabi yang tekstualis, tidak seperti kelompok takfiri yang radikalis, tidak seperti liberal yang mengubah-ubah nash.

banner 468x60

Lebih lanjut, sebagai organisasi yang bermanhaj, NU memiliki rel dan batasan. Batasan tersebut adalah sesuatu yang telah disepakati dalam lingkungan NU, bahwa dalam fikih mengikuti manhaj empat madzhab, dalam tauhid mengikuti manhaj al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dan al-Imam Abu Mansur al-Maturidi, sementara dalam tasawwuf sesuai manhaj al-Imam al-Ghazali dan al-Junaid al-Baghdadi.

Keputusan Mu’tamar NU XII di Malang 25 Maret 1937 menegaskan, hukum orang yang menjalankan apa yang tersebut dalam al-Qur’an dan Hadits menurut arti yang tidak sebenarnya sehingga bertentangan dengan empat madzhab adalah sesat dan menyesatkan. Dijelaskan:

ومن لم يقلّد واحدا منهم وقال: أنا أعمل بالكتاب والسنة مدعيا فهم الأحكام منهما فلا يسلم له بل هو تخطئ ضال مضل. (تنوير القلوب ص ۱۰۰)

Barangsiapa tidak mengikuti salah satu dari mereka (ulama madzhab empat, penj) dan mengatakan, ‘Saya mengamal kan al-Qur’an dan Sunnah, dengan meng klaim memahami hukum dari keduanya, maka tidak dapat diterima. Bahkan orang seperti ini sesat menyesatkan. (Tanwir al Qulub, hal. 100)

Pengambilan keputusan hukum NU yang memiliki acuan ulama empat madzhab, baik secara metodologi (manhaj) maupun pendapat hukum (qauli) ini tercermin dalam keputusan Munas Alim Ulama NU di Bandar Lampung tahun 1992 tentang Sistem Pengambilan Hukum dalam Bahtsul Masail di lingkungan NU.

Dengan demikian, isu-isu liberalisme tak mendapatkan tempat dalam prinsip NU. Apabila liberalisme diartikan sebagai penempatan suatu agama dalam proses sejarah, sehingga melahirkan relativisme kebenaran, keharusan mengubah konsep tentang al-Qur’an, mengubah konsep tafsir al-Qur’an (relatifisme tafsir) hingga pada hal-hal yang qath’iy, maka hal semacam ini tidak ditemukan dalam prinsip NU.

Apabila liberalisasi agama sampai menurunkan keyakinan bahwa Islam dianggap sebagai agama sejarah (historical religion), lalu meyakini al Qur’an itu sebagai produk budaya (muntaj tsaqafiy), hingga meniscayakan pembongkaran konsep otentitas dan finalitas al-Qur’an, maka ajaran liberalis me semacam ini tidak ditemukan dalam prinsip NU.

banner 336x280
Gambar Gravatar
Peneliti Aswaja NU Center Kota Blitar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *