Hukum Adzan 2 kali dan Bilal Jumat

37 Dilihat
banner 336x280

عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ مَا كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِلاَّ مُؤَذِّنٌ وَاحِدٌ فَإِذَا خَرَجَ أَذَّنَ وَإِذَا نَزَلَ أَقَامَ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ كَذَلِكَ فَلَمَّا كَانَ عُثْمَانُ وَكَثُرَ النَّاسُ زَادَ النِّدَاءَ الثَّالِثَ عَلَى دَارٍ فِى السُّوقِ يُقَالُ لَهَا الزَّوْرَاءُ فَإِذَا خَرَجَ أَذَّنَ وَإِذَا نَزَلَ أَقَامَ.

Saib bin Yazid berkata: “Tidak ada bagi Nabi kecuali seorang tukang adzan. Jika beliau keluar maka muadzin mengumandangkan adzan. Jika Nabi turun maka muadzin mengumandangkan iqamat. Begitu pula Abu Bakar dan Umar. Di masa Usman, katika umat Islam bertambah, beliau menambah adzan ketiga di sebuah rumah di pasar Zaura’. Jika Usman keluar maka muadzin mengumandandangkan adzan dan jika turun maka mengumandangkan iqamat” (HR Ibnu Majah, sanadnya sahih)

banner 468x60

Dari riwayat ini ada yang menyanggah, bahwa dahulu adzan pertama dilakukan di luar masjid, mengapa sekarang dilakukan di dalam masjid? Jawabnya sangat mudah, bahwa di tempat semula baik di masjid Makkah atau masjid Nabawi Madinah adzan Jumat pertama tetap dilakukan di dalam masjid, bukan di Zaura’.

Bilal Jumat

Mengapa ada Bilal Jumat? Ulama Syafiiyah beristinbath dengan hadis berikut:

عَنْ بِلاَلِ بْنِ رَبَاحٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ لَهُ غَدَاةَ جَمْعٍ « يَا بِلاَلُ أَسْكِتِ النَّاسَ ». أَوْ « أَنْصِتِ النَّاسَ »

“Dari Bilal, bahwa Rasulullah berkata kepadanya saat pagi hari di Mina: “Wahai Bilal, suruh orang-orang untuk diam” (HR Ibnu Majah, sanadnya sahih)

Dari hadis ini Ibnu Hajar al-Haitami berkata:

وَأَقُولُ يُسْتَدَلُّ لِذَلِكَ أَيْضًا بِأَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ مَنْ يَسْتَنْصِتُ لَهُ النَّاسَ عِنْدَ إرَادَتِهِ خُطْبَةَ مِنًى فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ فَقِيَاسُهُ أَنَّهُ يُنْدَبُ لِلْخَطِيبِ أَمْرُ غَيْرِهِ بِأَنْ يَسْتَنْصِتَ لَهُ النَّاسَ وَهَذَا هُوَ شَأْنُ الْمُرَقِّي فَلَمْ يَدْخُلْ ذِكْرُهُ لِلْخَبَرِ فِي حَيِّزِ الْبِدْعَةِ أَصْلًا

“Muraqqi (Bilal) didasarkan dengan hadis bahwa Rasulullah menyuruh orang lain (sahabat Bilal) untun menenangkan orang-orang, ketika Nabi hendak khutbah di Mina saat Haji perpisahan. Secara qiyas, dianjurkan bagi khatib untuk menyuruh orang lain agar mendiamkan jamaahnya. Ini adalah perilaku Muraqqi. Karena ada dalam korido hadis, maka Bilal ini tidak masuk dalam kategori bid’ah sama sekali”[1]

[1] Syaikh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfat al-Muhtaj, 9/310

banner 336x280
Gambar Gravatar
Peneliti Aswaja NU Center Kota Blitar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *