Wahabi Menuduh
Acara Haul (peringatan ulang tahun kematian) Gus Dur menyelisihi Muktamar NU ke-1 Tahun 1926 dan bukan dari Islam. Karena di Islam tidak ada ajaran haul (peringatan ulang tahun) untuk orang yang sudah meninggal. Bahkan acara ulang tahun untuk orang hidup pun tidak ada di Islam, apalagi untuk orang yang sudah meninggal.
Walaupun dihiasi dengan lambang NU dan gambar pendiri NU serta pemimpin dan kyai NU, acara tahlilan, haul dan semacamnya yang berkaitan dengan peringatan (selamatan) orang meninggal sejatinya tidak sesuai dengan keputusan Muktamar NU ke-1 di Surabaya tanggal 13 Rabiuts Tsani 1345 H/21 Oktober 1926. Karena dalam muktamar itu dirujukkan pada hadits riwayat Ahmad
Dari Jarir bin Abdullah al Bajali yang berkata:”Kami menganggap berkumpul di (rumah keluarga) mayit dengan menyuguhi makanan pada mereka, setelah si mayit dikubur, itu sebagai bagian dari RATAPAN (YANG DILARANG).”
Kitab I’anatut Thalibin yang dirujuk Muktamar NU ke-1 itu di antaranya menegaskan:
Dan tidak diragukan lagi bahwa melarang orang-orang untuk melakukan Bid’ah Mungkarah itu (Haulan/Tahlilan : red) adalah menghidupkan Sunnah, mematikan Bid’ah, membuka banyak pintu kebaikan, dan menutup banyak pintu keburukan.Bagaimana pula ketika orang NU sendiri melanggar Keputusan Muktamar NU dan sekaligus melanggar Islam namun dibesar-besarkan pelaksanaannya seperti ini?
Sumber : https://www.nahimunkar.org/tahlilan-haul-dan-semacamnya-adalah-bidah-tercela-menurut-muktamar-nu-ke-1-tahun-1926/
Santri NU Menjawab
Kata Haul berasal dari Bahasa Arab “al Haulu” atau “al-Haulaini” artinya kekuatan, kekuasaan, daya, upaya, perubahan, perpindahan, setahun, dua tahun, pemisah, dan sekitar. Sedang al haul dalam arti dalam satu tahun, dapat ditemukan dalam Al Quran dan Al Hadits, yaitu:
a) Surat Al Baqarah: 240, berbentuk mufrad, dalam arti satu tahun dalam arti satu tahun untuk kasus perceraian, yaitu:
“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia diantaramu dan meninggalkan isri, hendaklah berwasiat untuk isri-isrinya (yaitu) diberi nafkah hingga satu tahun lamanya.” (QS. al-Baqarah: 240)
b) Al Hadits berbentuk mufrad dalam kasus zakat, yaitu:
“Tidak wajib zakat terhadap harta yang belum haul [berumur satu tahun].” (HR. Turmudzi)
Kemudian kata haul tersebut berkembang menjadi isilah Bahasa Indonesia, yang lazim di pakai komunitas masyarakat muslim di indonesia, dan dari isilah indonesia inilah, kata haul memiliki dua pengertian, yaitu:
1) Haul berarti berlakunya waktu dua belas bulan, tahun Hijriyyah terhadap harta yang wajib dizakati di tangan pemilik (Muzzaki) arti ini berkaitan erat dengan masalah zakat.
2) Haul berati upacara peringatan ulang tahun wafatnya seseorang (terutama tokoh agama islam), dengan berbagai acara, yang puncaknya menziarahi kubur almarhum atau almarhumah
Dari dua pengetian tersebut, yang akan diuraikan dalam tulisan ini hanya yang menyangkut pengertian yang kedua, yaitu yang berhubungan dengan peringatan genap satu tahun dari wafatnya almarhum atau almarhumah, sebab haul dengan arti: “Peringatan genap satu tahun”, sudah berlaku bagi keluarga siapa saja, tidak terbatas bagi orang orang yang ada di Indonesia saja, tetapi berlaku pula bagi komunitas masyarakat atau negara lainnya, sekalipun bukan muslim.
Masalah haul ini, akan lebih bernuansa agamis dan terasa dahsyat ketika yang meninggal itu seorang tokoh yang kharismatik, ulama besar, pendiri sebuah pesantren, dan lain sebagainya. Bahkan lebih dari itu, haul diaplikasikan oleh banyak insitusi pemerintah dalam bentuk peringatan hari jadi kota atau daerah. Hal ini bisa dikemas dalam berbagia acara, mulai dari pentas budaya, seni dan hasil produk andalan daerah itu sendiri, bahkan pada puncaknya sering diisi penyampaian mauidzatul hasanah dari tokoh masyarakat, yang sebelumnya diawali bacaan isighatsah, tahlil, dan sebagainya.
Adapun rangkaian acara dapat bervariatif ada pengajian, tabligh akbar, isighatsah akbar, mujahadah, musyawarah, halaqah, mengenang dan menceritakan riwayat, orang yang di haul-i dengan cerita cerita yang baik yang sekiranya bisa dijadikan sebagai suri tauladan, bersedekah dan lain lain.
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berziarah ke makam syuhada’ (orang-orang yang mati syahid) dalam perang Uhud dan makam keluarga Baqi’ Dia mengucapkan salam dan mendoakan mereka atas amal-amal yang telah mereka kerjakan (HR. Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah).
Dan juga dijelaskan:
Al-Waqidi berkata : Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam mengunjungi makam para pahlawan Uhud pada setiap tahun. Jika telah sampai di Syi’ib (tempat makam mereka), Rosululloh agak keras berucap : Assalaamu’alaikum bima shobartum fani’ma uqbad daar (semoga kalian selalu mendapat kesejahteraan atas kesabaran yang telah kalian lakukan. Sungguh akhirat adalah tempat yang paling nikmat). Abu Bakar, Umar, dan Usman, juga melakukan hal yang serupa. Sampai skhir redaksi ….”
(Manaqib Sayyid As-Syuhada’ Hamzah bin Abi Tholib yang ditulis Sayyid Ja’far al-Barzanji, beliau berkata : Rosululloh mengunjungi makam Syuhada’ Uhud pada awal setiap tahun).
Dalil kedua , al-fatawa al-Kubra, juz II hlm, 18 : Ahkam al-fukaha, juz III, hlm. 41-42 :
Memperingati hari wafat para wali dan para ulama termasuk amal yang tidak dilarang agama. Ini tiada lain karena peringatan itu biasanya mengandung sedikitnya 3 hal : ziarah kubur, sedekah makanan dan minuman dan keduanya tidak dilarang agama. Sedang unsur ketiga adalah karena ada acara baca al’qur’an dan nasehat keagamaan. Kadang dituturkan juga manaqib ( biograf ) orang yang telah meninggal. Cara ini baik baik untuk mendorong orang lain untuk mengikuti jalan terpuji yang telah dilakukan si mayit, sebagaimana telah disebutkan dalam qitab fatawa al-Kubara,juz II, Ibnu Hajar, yang teksnya adalah ungkapan terperinci dari al-Ubab adalah haram meratapi mayit sambil menangis seperti diceritakan dalam kitab al-Azkar dan dipedomani dalam al-Majmu’, al-Asnawi membenarkan cerita ini. Sampai pernyatan … kecuali menuturkan biograf orfang alim yang Wira’i dan sleh guna mendorong orang mengikuti jalannya dan berbaik sangka dengannya. Juga agar orang bisa lagsung berbuat taat, melakukan kebaikan seperti jalan yang telah dilalui almarhum. Inilah sebabnya sebagian sahabat dan ulama selalu melakukan hal ini sekian kurun waktu tanpa ada yang mengingkarinya.
Kesimpulan
Walaupun pada masa Nabi Muhammad dan para sahabat tradisi seperti ini belum berkembang namun jika kita melihat apa yang dilakukan saat penyelenggaraan haul berupa bacaan do’a yang dihadiahkan kepada yang bersangkutan juga kepada kaum muslimin dan muslimat secara umum, adalah sangat dianjurkan oleh Islam.
Allah SWT berfrman :
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (muhajirin dan anshor), mereka berdoa: ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang–orang yangberiman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (QS. Al–Hasyr : 10).
Peringatan haul sedianya di isi dengan menuturkan biograf orang-orang yang alim dan shaleh guna mendorong orang lain untuk meniru perbuatan mereka. Para keluarga mengadakan acara haul pada hari dan tanggal yang telah disepakati bersama keluarga, pada saat mereka mempunyai waktu senggang dan bisa berkumpul bersama.
Wallahu a’lam